EMOSI DAN MOTIVASI

Haloo teman-teman semuaa, gimana nih kabarnyaa? Nah kali ini aku bakalan share apa aja yang akan aku pelajari di pertemuan ketujuh mata kuliah Psikologi Umum II yang diajarin sama ibu Liliyana Sari, S.Psi., M.Sc yang membahas tentang “Emosi dan Motivasi” nih teman-teman.

Definisi dan Jenis-Jenis Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang berarti bergerak. Motivasi merupakan hal yang memicu suatu individu untuk melakukan suatu hal yang ingin mereka lakukan. Seperti contohnya bangun tidur di pagi hari, itu merupakan motivasi yang diimbangi oleh kebutuhan.

Jenis-jenis motivasi, yaitu:

1.   Motivasi ekstrinsik yang tindakannya dilakukan karena hal diluar dirinya. Contohnya memberi bonus kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja.

2.    Motivasi intrinsik, yaitu jenis motivasi dimana seseorang melakukan suatu hal karena hal itu menyenangkan atau bermanfaat untuknya. Kreativitas anak lebih dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dibandingkan motivasi ekstrinsik.

Teori-teori Motivasi

1.     Instincts And The Evolutionary Approach

Fokus awal dalam memahami motivasi berpusat pada naluri manusia. Menurut ahli teori ini, naluri manusia bertanggung jawab dalam hal seperti perilaku seksual dan perlindungan wilayahnya. Ada 18 naluri bagi manusia menurut William McDougall (1908) seperti rasa ingin tahu, melarikan diri, keangkuhan, dan akuisisi. Pendekatan naluri ini menyadari para Psikolog bahwa faktor keturunan dapat memengaruhi perilaku manusia.

2.     Drive-Reduction Theory

Pendekatan ini berfokus dalam konsep kebutuhan dan dorongan dalam motivasi. Ketika individu memiliki kebutuhan, maka akan ada ketegangan psikologis yang memotivasi individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan mengurangi ketegangan psikologis. Dalam teori ini ada dua jenis dorongan, dorongan utama ialah dorongan yang melibatkan kebutuhan kelangsungan hidup seperti lapar dan haus. Lalu ada dorongan sekunder yang dipelajari melalui pengalaman seperti kebutuhan akan uang, persetujuan sosial, dll. Teori ini juga mengangkat konsep homeostasis atau kecenderungan tubuh untuk mempertahankan kondisi secara stabil. Contohnya orang yang lapar memulihkan homeostasis dengan cara melakukan perilaku yang dirangsang untuk mengurangi dorongan rasa lapar tadi yaitu makan.

3.     Teori Mcclelland : Affiliation, Power, And Achievement Needs

Manusia memiliki kebutuhan psikologis akan interaksi sosial, hal inilah yang disebut kebutuhan akan afiliasi. Orang-orang yang tingkat kebutuhannya tinggi dalam hal ini akan berusaha agar disukai dan dihormati oleh orang-orang di sekitarnya. Selanjutnya, kebutuhan akan kekuasaan. Kekuasaan dalam hal ini ialah memiliki kendalikan atas orang lain. Orang yang memiliki kebutuhan tinggi dalam hal ini ingin pengaruhnya berdampak pada orang lain. Terakhir, kebutuhan berprestasi yang melibatkan keinginan kuat untuk berhasil dalam mencapai tujuan. Motivasi ini sangat erat kaitannya dengan keberhasilan di sekolah dan pekerjaan. 

4.     Personality And Nach : Carol Dweck’s Self Theory Of Motivation

Kebutuhan berprestasi sangat erat pengaruhnya dengan faktor kepribadian seperti keyakinan diri. Menurut penelitian yang dilakukan Dweck, orang dapat membentuk satu dari dua sistem kepercayaan tentang kecerdasan. Mereka yang percaya kecerdasan tetap akan sulit dalam menghadapi masalah dan cenderung menghindar. Misal, anak yang selalu mendapat nilai tinggi kemudian mendapat nilai rendah pertamanya maka akan menjadi depresi dan memiliki keinginan rendah dalam belajar. Tipe yang lain ialah orang yang percaya bahwa kecerdasan dapat diubah dan dibentuk oleh pengalaman dan usaha. Mereka termotivasi untuk menguasai tugas dan tidak membiarkan kegagalan menghancurkan kepercayaan dirinya. 

5.     Arousal Theory

Tingkat gairah yang optimal bagi kebanyakan orang berada dalam keadaan tidak rendah dan tidak pula tinggi. Orang yang membutuhkan lebih banyak gairah disebut pencari sensasi, ia membutuhkan pengalaman yang lebih kompleks dan bervariasi daripada orang lain. Dalam suatu penelitian juga dibuktikan bahwa remaja lebih sering mengambil keputusan berisiko saat sedang bersama kelompoknya. Teori ini menjelaskan bahwa orang dengan gairah rendah cenderung melakukan banyak kegiatan untuk mengatasi hal itu, atau disebut pencari sensasi.

6.     Incentive Approaches

Pendekatan insentif adalah hal-hal yang menarik seseorang untuk bertindak. Dalam pendekatan ini, perilaku berkaitan dengan rangsangan eksternal. Sebagai contoh, seorang anak yang lapar memutuskan untuk memakan permen dibandingkan sayur, hal ini karena permen itu lebih memiliki daya tarik pada anak-anak dibandingkan sayur. 

7.     Humanistic Approaches

Salah satu dari pendekatan humanistik ialah hierarki piramida maslow, bahwa sebelum mencapai kebutuhan dengan tingkat yang lebih tinggi, harus melewati beberapa tingkat sebelumnya. Menurutnya, aktualisasi diri adalah titik yang jarang dicapai. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dasar seperti kebutuhan makan, minum, rasa sayang dan rasa keamanan. Agar seseorang dapat mencapai aktualisasi diri, maka kebutuhan dibawahnya harus di penuhi terlebih dahulu. Dalam hierarki Maslow sendiri, tidak selamanya manusia akan terus naik mencapai tingkat kebutuhan selanjutnya. Kadang akan bergerak naik lalu mundur lagi. Maslow mengembangkan teori-nya ini berdasarkan pengamatan pribadinya terhadap orang dan penelitian yang dikumpulkan secara empiris.

8.     Self-Determination Theory

Teori penentuan diri oleh Richard Ryan dan Edward Denci (2000) menyebutkan ada tiga kebutuhan bawaan dan universal yang membantu orang mendapat rasa dan hubungan yang utuh dan sehat dengan orang lain. Tiga kebutuhan itu ialah kebutuhan untuk mengendalikan perilaku dan tujuan sendiri, kompetensi atau kebutuhan untuk menguasai tugas yang menantang dalam hidup, dan keterkaitan atau kebutuhan untuk merasakan rasa memiliki, keamanan, dan kenyamanan dalam hubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini paling baik dicapai saat individu memiliki lingkungan yang mendukungnya untuk mengembangkan tujuan dan hubungan dengan orang. Hal ini juga akan mendorong pertumbuhan psikologis yang sehat dan meningkatkan motivasi intrinsik individu. 

Komponen Fisiologis dan Sosial Kelaparan

1.     Hormonal Influences

Penyebab rasa lapar salah satunya respon insulin yaitu hormon yang dikeluarkan oleh pankreas untuk mengontrol, protein,karbohidrat, dan kadar lemak dalam tubuh dengan mengurangi kadar glukosa dalam aliran darah. Penyebab rasa lebih lapar karena insulin dilepaskan setelah kita makan karena adanya pengurangan kadar gula darah.

Pada saat Gula darah tinggi, insulin lebih banyak dilepaskan, sehingga menyebabkan kadar gula darah rendah, nafsu makan meningkat, dan kecenderungan untuk makan berlebihan. Hal inilah yang menjadi prinsip diet. Orang yang bergelut dengan diet mengatakan bahwa jika orang mengontrol karbohidrat, mereka dapat mengontrol reaksi insulin dan mencegah rasa lapar di kemudian hari. Sekarang leptin juga ditemukan sebagai factor yang dapat mengendalikan nafsu makan. Saat dilepaskan ke aliran darah, leptin memberi sinyal ke hipotalamus bahwa tubuh telah memiliki cukup makanan, mengurangi nafsu makan dan meningkatkan perasaan kenyang. Kelainan genetik pada reseptor leptin serta resistensi leptin juga menjadi faktor obesitas. 

2.     Peran Hipothalamus

Hipotalamus diatur oleh kadar glukosa dan insulin yang mengontrol perilaku makan. Hipotalamus ventromedial (VMH) yang terletak pada bagian bawah dan tengah ikut berpengaruh dalam menghentikan respon makan saat kadar glukosa naik. Pada penelitian kepada seekor tikus, ketika hipotalamus ventromedial rusak, maka tikus akan makan terus-menerus pada makanan yang menarik baginya. Hipotalamus yang terletak di samping dan disebut hipotalamus lateral (LH),menyebakan timbulnya rasa makan ketika kadar insulin naik. Kerusakan pada area ini menyebabkan tikus berhenti makan hingga kelaparan. Kedua area hipotalamus ini terlibat dalam produksi orexin-A, sebuah neuropeptide-molekul kecil mirip protein yang digunakan neuron untuk berkomunikasi, yang terlibat dalam pengendalian nafsu makan.

3.     Weight Set Point and Basal Metabolic Rate

Hipotalamus memengaruhi tingkat berat badan tertentu yang coba dipertahankan tubuh, yang disebut weight set point. Cedera pada hipotalamus memang menaikkan atau menurunkan weight set point badan secara dramatis, menyebabkan penurunan atau penambahan berat badan secara drastis. Metabolisme, kecepatan tubuh membakar energi yang tersedia, dan olahraga berperan dalam weight set point. Secara genetic, beberapa orang yang memiliki metabolisme lebih cepat, makan banyak namun tidak menambah berat badannya. Disisi lain, orang dengan metabolisme lebih lambat, mungkin makan dengan jumlah yang normal bahkan kurang namun menambah berat badan dan sulit untuk menurunkannya. Berolahraga secara teratur dapat membantu mengimbangi perlambatan metabolisme dan peningkatan weight set point.

Tingkat di mana tubuh membakar energi ketika seseorang beristirahat disebut basal metabolic rate (BMR) dan langsung terkait dengan weight set point. Jika BMR seseorang menurun, titik setel berat badan orang tersebut meningkat jika jumlah kalori yang sama dikonsumsi. BMR akan menurun lebih dramatis seiring bertambahnya usia. Pada usia remaja memiliki BMR dan tingkat aktivitas yang tinggi sehingga weight set point badan lebih rendah, yang berarti mereka dapat makan jauh lebih banyak daripada orang dewasa dengan ukuran yang sama dan tidak menambah berat badan. Namun saat dewasa, BMR mulai menurun. Oleh karena itu orang dewasa harus mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi dan olahraga yang banyak.

4.     Komponen Sosial Kelaparan

Ada berbagai macam isyarat sosial yang menyuruh orang untuk makan, seperti kebiasan makan pada jam-jam tertentu. Bahkan disaat mereka belum benar-benar lapar. Hal itu sebenarnya adalah hasil dari pengkondisian fisik. Tubuh dikondisikan untuk merespon dengan refleks lapar pada waktu-waktu tertentu dalam sehari. Makanan biasanya juga digunakan pada saat stress sebagai rutinitas untuk menenangkan atau pelarian dari hal yang tidak menyenangkan. Peneliti menemukan kadar insulin bisa meningkat sebelum makanan dimakan karena mengonsumsi makanan dengan melihat karakteristik visual dan sensorik tertentu sehingga menyebabkan lonjakan insulin. Terakhir, faktor budaya dan jenis kelamin juga berperan dalam menentukan rasa lapar dan kebiasaan makannya sehingga harus diperhitungkan saat mempelajari penyebab dan kondisi orang akan makan. 

Obesitas

Beberapa definisi obesitas menganggap 20 hingga 30 persen kelebihan berat badan dan membatasi obesitas hingga 30 persen atau lebih. Faktor signifikan dalam obesitas adalah faktor keturunan. Jika memiliki riwayat keluarga obesitas, maka anggota keluarga memiliki kemungkinan yang tinggi. Leptin juga berperan penting dalam mengendalikan nafsu makan. Adanya masalah dengan produksi atau deteksi leptin dapat menyebabkan makan berlebihan.

Pastinya, faktor obesitas lainnya adalah makan berlebihan. Ketika negara-negara berkembang membangun ekonomi yang lebih kuat dan pasokan makanan mereka menjadi stabil, angka obesitas meningkat secara dramatis dan cepat. Karena budaya menjadi lebih terindustrialisasi dan mengikuti gaya hidup budaya Barat, aspek negatif dari gaya hidup tersebut, seperti obesitas, juga meningkat. Stres juga berkontribusi terhadap obesitas. Terkait dengan stres adalah berapa banyak tidur yang kita dapatkan, dan gangguan tidur juga menjadi faktor kenaikan berat badan. Metabolisme melambat seiring bertambahnya usia. Selain tidak mengubah pola makan masa muda dan menurunkan asupannya, karena mereka memperoleh lebih banyak pendapatan, orang juga sering meningkatkan jumlah makanan yang mereka konsumsi, sehingga memastikan kenaikan berat badan yang dapat menyebabkan obesitas.

Emotion

Emosi adalah keadaan kompleks perasaan yang menghasilkan perubahan fisik dan psikologis yang mempengaruhi pikiran dan perilaku.


Primary emotions adalah emosi yang dirasakan terhadap suatu objek. Sedangkan secondary emotions adalah emosi yg dirasakan karena emosi sebelumnya atau biasa disebut emosi lanjutan. Contohnya kita sedih karena disakiti orang lain. Setelah itu kita akan marah karena disakiti orang tersebut. Sedih adalah emosi primer sedangkan marah adalah emosi sekunder.

1.     The Physiology of Emotion

Respon fisik ketika seseorang mengalami emosi disebabkan oleh saraf simpatik yang ditandai dengan peningkatan detak jantung, pernapasan lebih cepat, membesarnya pupil, dan area mulut menjadi kering. Amigdala yaitu bagian otak yang berperan dalam mengelola emosi yang terletak dalam system limbik. Ketika amigdala pada hewan rusak, hewan tidak takut dengan objek baru, karena mungkin saja mereka tidak ingat untuk takut. Begitu juga dengan manusia, dapat menilai emosi dengan melihat ekspresi wajah orang lain. Amigdala merupakan struktur kompleks yang telah diselidiki melalui pengondisian rasa takut yang sangat membantu dalam menghubungkan perilaku dengan fungsi otak karena menghasilkan respon otonom dan perilaku stereotipikal. 

Rangsangan emosional berjalan ke amigdala melalui "jalan rendah" yang cepat dan kasar (subkortikal) dan "jalan tinggi" kortikal yang lebih lambat tetapi lebih terlibat. Rute langsung memungkinkan respons cepat terhadap rangsangan yang mungkin berbahaya, terkadang sebelum kita benar-benar mengetahui rangsangan itu, tetapi dengan kesadaran yang disediakan oleh rute kortikal tidak langsung (khususnya, diproses oleh korteks prefrontal), kita dapat mengesampingkan rute langsung dan mengendalikan respons emosional kita. Dalam pemrosesan informasi emosional yang terlibat yaitu area subkortikal dan kortikal otak. Pada lobus frontal, lobus frontal kiri otak memberikan emosi positif, sedangkan lobus frontal kanan memberikan emosi negative, seperti kesedihan, kecemasan, dan depresi. Contohnya saat menerjemahkan ekspresi wajah orang, otak kanan akan lebih bekerja.

Area otak yang berbeda memiliki peran yang berbeda dalam mengendalikan emosi. Namun juga ada beberapa strategi yan diproses ditempat yang sama. Misalnya, beberapa strategi umum untuk mengatur emosi seseorang meliputi gangguan, penilaian kembali, dan pengendalian pengaruh emosi dalam pengambilan keputusan. Ketiga strategi ini memanfaatkan korteks prefrontal lateral dan korteks cingulate anterior serta amigdala. Namun gangguan sepertinya lebih didukung di korteks cingulate anterior, dan penilaian kembali didukung oleh aktivitas di korteks orbitofrontal lateral dan keduanya memiliki aktivitas yang lebih rendah di amigdala. Selain itu, gangguan dan penilaian kembali dapat melibatkan lebih banyak area otak secara umum dibandingkan dengan kontrol emosi secara spontan dalam pengambilan keputusan. Secara umum, area otak yang terkait dengan kontrol emosi adalah area otak yang sama yang bertanggung jawab untuk mengontrol informasi non-emosional. 


2.     The Behavior of Emotion: Emotional Expression

Bagaimana perasaan seseorang, dapat dilihat dari ekspresi wajah, gerak tubuh, dan tindakan orang tersebut. Kening yang mengerut, senyuman, dan ekspresi sedih berkombinasi dengan gerak tangan, perubahan gerak tubuh seseorang, dan perkataan yang diucapkan untuk mendapatkan pemahaman tentang emosi. Orang yang bertengkar, berlari, dan hal lainnya, dilakukan berdasarkan emosi yang mereka rasakan. Emosi di produksi dari evolusi, dan karena hal tersebut, semua manusia, tidak peduli apapun budaya mereka, mereka akan menunjukkan ekspresi wajah yang sama. Hal itu dikarenakan otot pada wajah berevolusi untuk menyebarkan informasi yang spesifik kepada sekitarnya. Bahkan anak yang buta sejak lahir pun bisa menghasilkan ekspresi wajah yang tepat untuk situasi tertentu tanpa pernah menyaksikan ekspresi tersebut pada orang lain. Hal tersebut mendukung bahwa ekspresi emosional dimiliki secara biologis dibandingkan dipelajari. Emosi dasar dibagi menjadi tujuh, yaitu: marah, takut, jijik, bahagia, kaget, sedih, dan malu. 


3.     Subjective Experience: Labeling Emotion

Pemberian nama pada elemen emosi bisa disebut juga “cognitive element,” karena proses pemberian nama diambil dari pengalaman serupa sebelumnya, memahami konteks emosi, dan mencari solusi (dengan memberikan penamaan). Perasaan subjektif yang dirasakan dapat dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Contohnya saat mahasiswa Jepang disuruh untuk menunjukkan emosi yang positif, mereka lebih mengartikannya pada keramahan, dan ikut bersosialisasi di lingkungan. Lain halnya saat mahasiswa Amerika disuruh untuk menunjukkan emosi yang positif, mereka mengartikanya sebagai perasaan yang dilepaskan secara sosial, seperti kebanggaan. Ini juga menunjukkan perbedaan budaya kolektivistik dengan individualistik.

Early Theories of Emotion

1.   Common Sense Theory of Emotion, memunculkan reaksi fisiologis karena emosi tertentu (muncul stimulus, emosi baru reaksi fisiologis). 


James-Lange Theory of Emotion, muncul stimulus lalu muncul reaksi fisiologis baru munculemosi. 


Cannon-Bard Theory of Emotion, emosi dan reaksi fisiologis terjadi bersamaan. 


Facial Feedback Hypothesis, ekspresi wajah dahulu baru reaksi dan emosi.



Cognitive Theories of Emotion

      Schachter-Singer Cognitive Arousal Theory of Emotion (menilai stimulus yang ada, lalu muncul reaksi fisiologis, kemudian muncul emosi). 

                         

Lazarus’s Cognitive-Mediational Theory of Emotion (menilai stimulus yang ada, lalu muncul emosi, kemudian muncul reaksi fisiologis ).

                  

Komentar

Postingan Populer