Kognisi : Berpikir, Intelligence, dan Bahasa



Haloo teman-teman semuaa, gimana nih kabarnyaa? Nah kali ini aku bakalan share apa aja yang akan aku pelajari di pertemuan keenam mata kuliah Psikologi Umum II yang diajarin sama ibu Liliyana Sari, S.Psi., M.Sc yang membahas tentang “Kognisi : Berpikir, Intelligence, dan Bahasa” nih teman-teman.

How People Think                       

Berpikir atau kognisi adalah sebuah aktivitas mental yang berlangsung di otak ketika seseorang menerima informasi (mengorganisasikan, memproses, dan menyampaikannya kepada orang lain).

Terdapat dua jenis berpikir yang dikenal dengan sistem 1 dan sistem 2, yang mencirikan sebagian besar bagaimana cara kita berpikir dan memproses informasi. Sistem 1 mencakup pengambilan keputusan dengan cepat dan menggunakan jalan pintas kognitif, dituntun oleh kemampuan bawaan dan pengalaman pribadi kita. Sedangkan sistem 2 prosesnya relatif lebih lambat, analitis, dan berdasarkan aturan, lebih bergantung terhadap pengalaman pendidikan formal. Secara keseluruhan, pemikiran kita harus diatur oleh interaksi antara keduanya.

Pemikiran juga mencakup lebih dari aliran kesadaran verbal. Ketika orang berpikir, mereka sering memiliki gambaran serta kata-kata dalam pikiran mereka.


 Mental Imagery

Mental imagery atau gambar mental (representasi yang mewakili suatu objek atau peristiwa dan memiliki kualitas seperti gambar) adalah salah satu dari beberapa cara yang digunakan dalam proses berpikir. Ketika kita berpikir, kita cenderung untuk memunculkan gambar dan kata-kata dalam pikiran kita. Gambar yang muncul tersebut disebut sebagai mental imagery.

Terdapat demonstrasi menarik mengenai gambar mental yaitu beberapa orang diminta untuk menyebutkan berapa banyak jendela di tempat mereka tinggal. Orang-orang yang jumlahnya sedikit akan lebih cepat merespons daripada beberapa orang lainnya. Beberapa orang lambat merespons karena mereka menggambarkan terlebih dahulu tempat mereka tinggal dan membayangkan mereka berjalan sambil menghitung jendela di tempat tersebut. Hal itu dikarenakan tempat tinggal mereka lebih besar daripada orang-orang yang cepat merespons. Dari hal tersebut, para peneliti mengatakan bahwa dalam melihat gambar mental yang besar, kita memerlukan waktu yang lebih lama.

Dalam menciptakan mental imagery, terdapat kaitan daerah korteks dengan pengetahuan yang tersimpan dalam pengiriman informasi ke korteks visual cosslyn. Selama proses membentuk gambar, area korteks visual menyediakan bukti adanya peran korteks visual dalam gambar mental. Para peneliti juga telah menyadari adanya keterkaitan daerah otak yang aktif dalam gambar visual dengan yang terlibat pada persepsi visual. Contohnya aktivitas di korteks visual lebih kuat selama persepsi daripada dalam gambar.


Konsep dan Prototipe


Konsep adalah ide yang mewakili objek, peristiwa, aktivitas, kelas, atau kategori. Kita biasanya menggunakan konsep dalam berpikir tanpa terpikir hal yang spesifik dari kategori. Contohnya, ketika kita memikirkan tentang buah, maka kita akan terpikir mengenai buah yang kita ketahui, tanpa perlu menghabiskan waktu yang lama dalam memikirkan semua jenis buah yang ada di dunia. Adanya contoh konsep alam yang dibentuk bukan dari aturan yang ketat, melainkan dari pengalaman dengan konsep-konsep di dunia nyata. Hal tersebut yaitu ketika kita memikirkan kendaraan, mobil dan truk mungkin akan langsung terlintas di pikiran kita. Namun, kereta luncur atau rakit tidak begitu mudah diklasifikasikan sebagai kendaraan secara langsung.

Prototipe adalah contoh konsep yang sangat cocok dengan karakteristik dari definisi konsep tersebut. Contohnya yaitu ketika kita diminta untuk memikirkan suatu konsep dari buah, maka kemungkinan yang muncul di pikiran kita seperti pepaya, pisang, atau jambu. Hal tersebut dikarenakan kita tinggal di daerah tropis. Namun, apel dianggap sebagai contoh yang baik dari sebuah prototipe di Amerika Serikat. Apel adalah sebuah konsep yang sangat cocok dengan karakteristik definisi dari konsep tersebut mervis rosch. Jadi, orang yang memiliki pengalaman yang berbeda akan menghasilkan prototipe yang berbeda pula.


Problem-Solving and Decision-Making Strategies

Pemecahan masalah merupakan salah satu aspek decision making (pengambilan keputusan), atau mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih di antara beberapa alternatif. Penyelesaian masalah diperlukan ketika adanya tujuan jangka panjang yang mesti dicapai dengan berpikir dan berperilaku menggunakan cara tertentu. Ada beberapa metode dalam berpikir yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yaitu :

·     Trial And Error (Mechanical Solutions), yaitu metode yang dilakukan dengan mencoba satu demi satu solusi yang ada diikuti dengan adanya kesalahan yang timbul, sampai solusi yang tepat ditemukan. Misalnya yaitu seorang remaja lupa kata sandi yang digunakan untuk membuka salah satu media sosial miliknya, ia pun mencoba memasukkan satu per satu dari berbagai kata sandi yang biasa digunakan di akun media sosial lainnya.

·   Algorithms, yaitu metode untuk penyelesaian masalah dengan selangkah demi selangkah menggunakan prosedur yang spesifik. Contohnya yaitu pustakawan mengatur rak buku sesuai urutan alphabet dalam setiap kategori.

·     Heuristics, merupakan tebakan cerdas yang dapat mempersempit solusi untuk penyelesaian masalah. Hal ini bisa didapatkan dari pengalaman sebelumnya. Contohnya seorang mahasiswa dapat mengatur format halaman hanya dengan mengetik “format” di kolom pencarian. Cara tersebut lebih efektif dan cerdas dibandingkan apabila mahasiswa tersebut menelusuri masing-masing fitur di aplikasi tersebut. 

Representativeness Heuristic

Adanya pemikiran bahwa objek atau orang yang memiliki suatu karakteristik dari kategori tertentu merupakan anggota dari kategori tersebut. Misalnya adanya pemikiran bahwa orang yang berkulit hitam ialah orang Afrika. Padahal, pada kenyataannya, tidak semua orang berkulit hitam adalah orang Afrika. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa keterwakilan heuristik dapat menyebabkan kesalahan karena mengabaikan taraf dasar.Untuk mempertahankan dan menciptakan stereotip, keterwakilan heuristic dapat digunakan atau disalahgunakan.

Availability Heuristic

Kemungkinan kejadian berdasarkan seberapa mudah untuk mengingat informasi yang relevan dari ingatan. Contohnya itu mengingat berbagai kata yang diawali dengan huruf K.

Working Backward

Heuristik ini berguna untuk melakukan pekerjaan dengan memulai pekerjaan dari tujuan dahulu, baru menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dalam sebagian besar waktu.

Subgoals

Terkadang lebih baik untuk memecah tujuan menjadi subtujuan sehingga ketika setiap subtujuan tercapai, solusi akhir menjadi lebih dekat. Menulis makalah, misalnya, bisa terasa berat sampai dipecah menjadi langkah-langkah : pilih topik, teliti topik, susun apa yang telah dikumpulkan, tulis satu bagian dalam satu waktu, dan seterusnya.

·   Insight, merupakan adanya solusi untuk penyelesaian masalah yang tiba-tiba muncul di pikiran. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menyadari bahwa masalah ini mirip dengan masalah lain yang pernah dialaminya dahulu, dimana masalah tersebut telah ditemukan solusinya. 


Problems with Problem Solving and Decision Making

Terdapat beberapa hambatan umum dalam penyelesaian masalah, yaitu :

·   Functional Fixedness, yaitu adanya pemikiran terkait suatu objek yang berikatan dengan fungsi yang khas dari objek tersebut. Contohnya yaitu kita ingin membagi kertas menjadi dua bagian. Pada saat itu, benda yang diperlukan adalah gunting. Hal tersebut dikarenakan gunting memang merupakan benda yang kita gunakan untuk membagi kertas menjadi beberapa bagian. Namun, sebenarnya terdapat benda lain yang dapat digunakan seperti pisau cutter. Hal ini menandakan bahwa kita cenderung mengingat objek yang memiliki fungsi yang jelas dibandingkan benda yang kurang jelas fungsinya.

·   Mental Sets, yaitu adanya kecenderungan kita untuk menggunakan solusi masalah yang berhasil di masa lalu. Solusi tersebut kemungkinan berupa kita yang mencoba pertama kali, melakukan dengan keraguan, atau tidak terpikirnya solusi yang lain.

·    Confirmation Bias, yaitu adanya kecenderungan kita untuk menghindari yang tidak sesuai dengan kita serta mencari bukti yang sesuai dengan keyakinan kita. Contohnya seseorang yang mengira dirinya multitasker yang baik, ia mengemudi sambil memainkan ponsel dengan mengingat pengalaman pribadi mereka. Pengalaman tersebut dapat berupa mereka melakukan hal yang sama, namun baik-baik saja. Mereka juga menghindari pemikiran bahwa memainkan ponsel sambil berkendara dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan.

Creativity

Dalam penyelesaian masalah, terkadang membutuhkan cara yang baru atau solusi yang tidak biasa. Pemikiran tersebut disebut kreativitas, dimana adanya pemecahan masalah dengan menggabungkan perilaku atau ide dengan cara yang baru.

·  Convergent Thinking, merupakan pemikiran bahwa suatu masalah hanya memiliki satu jawaban dan semua jalur pemikiran akan mengarah kepada jawaban tunggal tersebut dengan menggunakan logika dan pemikiran sebelumnya. Contohnya yaitu apabila terdapat pertanyaan “dalam, hal apa, pensil dan pena itu sama?” dapat dijawab dengan karakteristik yang dimiliki oleh kedua benda tersebut, seperti keduanya digunakan dalam menulis, memiliki kesamaan bentuk, dan sebagainya. Pemikiran konvergen tidak banyak berguna ketika solusi yang kreatif diperlukan, namun pemikiran tersebut bekerja dengan baik untuk pemecahan masalah rutin.

·       Divergent Thinking, merupakan kebalikan pemikiran konvergen. Menurut Fink (1995), di sini seseorang mulai pada satu titik dan muncul banyak ide, perbedaan atau kemungkinan berdasarkan titik itu. Contohnya, apabila ada pertanyaan “untuk apa pensil digunakan?”, maka jawaban konvergennya dalam menulis. Tetapi, jika pertanyaannya diganti menjadi “berapa banyak kegunaan berbeda Yang Terpikirkan dari sebuah pensil?”, jawabannya dapat berupa menulis, melubangi, pemberat untuk ekor layang-layang, senjata. Pemikiran divergen tidak hanya dikaitkan dengan kreativitas, melainkan juga dengan kecerdasan.

 

Intelligence (Theories, Measuring, Individual Differences)                              

Teori of Intelligence

Intelegensi adalah kemampuan untuk belajar secara global dari pengalaman sendiri, memperoleh pengetahuan, dan memecahkan masalah dengan berpikir rasional dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan (Sternberg & Kaufman, 1998; Wechsler, 1975). Menurut Thomburg (1984) inteligensi adalah sesuatu yang diukur melalui perilaku/ tindakan individu secara sengaja serta rasional dan dilihat dari kemampuan berpikir secara abstrak, kemampuan mempertimbangkan, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.

Pada tahun 1990-an, ada dua kelompok yang merumuskan definisi kecerdasan, yaitu Mainstream Science on Intelligence (MSI) dan American Psychological Association (APA). Menurut MSI 1994, kecerdasan adalah kemampuan mental umum, bersama dengan pemikiran abstrak, pemecahan masalah, belajar cepat, belajar dari pengalaman dan penggunaan akal. Sedangkan kecerdasan versi APA 1995 adalah perbedaan kemampuan spesifik individu (Sarwono, 2012). Ada beberapa teori yang berhubungan dengan jenis dan jumlah kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan, yaitu :

·   Spearman’s G Factor. Menurut spearman kecerdasan terdiri dari dua kemampuan yang berbeda yaitu general intelligence (g factor) dan specific intelligence (s factor). General Intelligence (g factor) disebut juga sebagai kecerdasan umum yang dimana kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk bernalar serta memecahkan sebuah permasalahan. Sedangkan Specific Intelligence (s factor) dikenal juga dengan kecerdasan spesifik yang dimana kecerdasan ini merupakan kelebihan di bidang tertentu seperti seni, bisnis, musik, dan sebagainya.




·      Gardner’s Multiple Intelligence. Gardner berpendapat bahwa kecerdasan terdiri dari sembilan jenis. Linguistik adalah kecerdasan bahasa. Orang dengan kemampuan ini adalah penulis atau pembicara. Musikal adalah bakat seseorang dalam bermusik. Orang dengan kemampuan ini antara lain pianis, musisi dan lain-lain. Logika matematika adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematika melalui pemikiran logis. Para ilmuwan biasanya memiliki kemampuan ini. Visual adalah kemampuan seseorang untuk mendeskripsikan suatu objek dalam ruang. Orang yang memiliki kemampuan ini, seperti seniman, pilot, dan lain-lain. Gerakan tubuh adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan tubuhnya saat bergerak. Penari biasanya memiliki kemampuan ini. Interpersonal adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Orang dengan kemampuan ini seperti psikolog dan manajer. Intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri. Naturalis adalah kemampuan manusia yang menyukai alam dan segala sesuatu yang alami. Orang-orang dengan latar belakang ilmiah seperti ahli biologi, peternak, ahli botani, dll. Eksistensial adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan intuisi, dan mereka ingin bertanya tentang keberadaan manusia. Berbagai karir termasuk filsuf cenderung memiliki kemampuan ini.



·       Sternberg’s Triarchic Theory. Dalam teori ini, Sternberg berpendapat bahwa kecerdasan terdiri dari tiga aspek yaitu analytical, creative, dan practical. Analytical,  yaitu teori Sternberg ini membagi atau menggolongkan aspek kecerdasan berdasarkan kemampuan individu untuk memecahkan sebuah persoalan atau permasalahan. Creative merupakan aspek kecerdasan yang bersifat menciptakan hal baru, ide atau inovasi. Practical merupakan kemampuan untuk beradaptasi atau bergaul dengan lingkungan menggunakan informasi.

·    Cattell-Horn-Carroll (Chc) Theory. Raymoand Cattell berpendapat bahwa kecerdasan terdiri dari kecerdasan terkristalisasi yang mewakili pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh; f Kecerdasan cair, yaitu pemecahan masalah dan kemampuan beradaptasi dengan situasi yang tidak biasa. John Horn mengembangkan teori Cattell dan menambahkan keterampilan lain seperti visual, pendengaran, memori, kecepatan, pemrosesan, waktu reaksi, keterampilan kuantitatif, dan literasi.

·    Neuroscience Theories. Beberapa penelitian menyatakan bahwa daerah frontal dan parietal otak berperan penting dalam kecerdasan. Area ini adalah bagian dari salah satu teori terkemuka neurointelligence, yaitu Teori Integrasi Pariet-Frontal, atau singkatnya P-FIT. Para peneliti mengembangkan P-FIT dan mengusulkan area lain seperti korteks cingulate posterior, korteks insular, dan area subkortikal. Beberapa kemampuan kognitif menggabungkan ingatan dengan kecerdasan cair sehingga tidak bergantung pada pengetahuan yang ada. 


Measuring Intelligence

·     Binet’s Mental Ability Test. Pada tahun 1904, Menteri Pendidikan Prancis menugaskan seorang psikolog bernama Alfred Binet untuk mengembangkan tes kecerdasan formal untuk membantu mengidentifikasi anak-anak yang tidak belajar dengan cukup cepat atau cukup baik untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Mengenai tujuan panitia, Binet bekerja dengan rekannya Theodore Simon pada tes yang membedakan tidak hanya pembelajar cepat dan lambat tetapi juga anak-anak dari kelompok usia yang berbeda.

·       Standford-Binet. Binet merupakan ilmuan yang memiliki pengaruh besar terhadap penemuan alat tes kecerdasan pada saat ini. Namun sebuah inovasi dan penelitian pastinya memiliki kekurangan dan kelebihan yang akan meningkatkan rasa semangat untuk mengembangkan lagi dan memperbaiki inovasi yang digunakan. Salah satunya Terman yang merupakan peneliti di Standford yang menerjemahkan dan merevisi tes binet. Terman mengadopsi metode psikolog Jerman William Stren untuk membandingkan usia mental dan usia kronogis dengan uji Binet. Rumus yang digunakan stren yaitu : 

IQ=MA/CA x 100

Membagi usia mental dengan usia kronologis dan kemudian mengalikan dengan 100. Namun metode ini kurang efektif karena usia kronologis jika melewati umur 16 tahun maka tidak efektif karena hanya berlaku untuk anak-anak saja. Hal ini disebabkan jika seseorang berusia diatas 16 tahun maka ia sudah digolongkan menjadi dewasa. Sedangkan Standford - Binet Intelligence Scales, edisi kelima dapat digunakan hingga dewasa dan cocok untuk individu yang berumur 2 tahun - 90 tahun.

Pada tes Stanford-Binet ini menggunakan berbagai subtes verbal dan nonverbal untuk memberikan perkiraan keseluruhan kecerdasan dan skor yang terkait dengan lima bidang kognisi.

·       Wechsler Tests. Wechler merupakan orang pertama yang menemukan serta merancang tes ini untuk kelompok usia tertentu lalu juga merancang tes khusus untuk anak usia sekolah yang lebih tua,anak-anak prasekolah, dan anak-anak yang berada di kelas awal. Pada tes ini menggunakan berbagai subtes verbal dan kinerja untuk memberikan skor keseluruhan kecerdasan dan skor indeks yang terkait dengan empat domain kognitif tertentu. Skala Kecerdasan Dewasa Wechsler (WAIS – IV; Wechsler, 2008), Skala Kecerdasan Wechsler Anak – anak (WISC – V; Wechsler , 2014), dan Skala Kecerdasan Dasar dan Prasekolah Wechsler.


Test Construction: Good Test, Bad Test?

Reliability And Validity. Reliability (keandalan) suatu tes mengacu pada tes yang menghasilkan hasil yang konsisten setiap kali diberikan kepada individu atau kelompok orang yang sama. Misalnya, jika Nicholas mengikuti tes kepribadian hari ini dan kemudian lagi dalam sebulan atau lebih, hasilnya akan sangat mirip jika tes kepribadian tersebut dapat diandalkan. Validity (keabsahan) adalah sejauh mana tes benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Aspek validitas lainnya adalah sejauh mana skor yang diperoleh secara akurat mencerminkan keterampilan atau hasil yang diinginkan dalam situasi kehidupan nyata, atauvaliditas ekologis, bukan hanya validitas untuk situasi pengujian atau penilaian. Misalnya, kita berharap seseorang yang lulus tes SIM juga dapat mengoperasikan kendaraan bermotor dengan aman saat mereka benar-benar berada di jalan raya. Saat mengevaluasi suatu tes, pertimbangkan apa arti skor tes tertentu dan dengan apa atau kepada siapa skor itu dibandingkan.

Standardization Of Tests. Mengacu pada proses pemberian tes kepada sekelompok besar orang yang mewakili jenis orang untuk siapa tes tersebut dirancang. Salah satu aspek standardisasi adalah penetapan metode penyelenggaraan tes yang konsisten dan baku. Semua subjek tes akan mengikuti tes dalam kondisi yang sama. Misalnya seorang peneliti meminta anggota sampelnya memainkan jumlah putaran golf yang sama di lapangan yang sama di bawah kondisi cuaca yang sama, dan seterusnya.

Norms. Skor dari kelompok standardisasi disebut norma, standar yang akan dibandingkan dengan semua orang yang mengikuti tes. Sebagian besar tes kecerdasan mengikuti kurva normal, atau distribusi yang skornya paling berarti atau rata-rata, dan jika semakin jarang maka semakin jauh dari rata-rata kejadiannya. Dalam kasus ujian golf peneliti, dia mungkin menemukan bahwa skor golf tertentu adalah rata-rata, yang akan dia tafsirkan sebagai kecerdasan rata-rata. Orang-orang yang mendapat nilai sangat baik pada tes golf akan dibandingkan dengan rata-rata, serta orang-orang dengan nilai buruk yang tidak biasa.

IQ Tests And Cultural Bias. Sangat sulit untuk merancang tes kecerdasan yang benar-benar bebas bias budaya, istilah yang merujuk pada kecenderungan tes IQ untuk mencerminkan dalam bahasa, dialek, dan konten, budaya orang atau orang yang merancang tes tersebut. Seseorang yang berasal dari budaya yang sama (atau bahkan latar belakang sosial ekonomi) sebagai perancang tes mungkin memiliki keuntungan yang tidak adil atas orang yang berasal dari latar belakang budaya atau sosial ekonomi yang berbeda. Jika orang yang dibesarkan dalam budaya Asia diberikan tes yang dirancang dalam budaya tradisional Barat, banyak item dalam tes tersebut mungkin tidak masuk akal bagi mereka. Misalnya, satu jenis pertanyaan mungkin: Manakah dari lima yang paling tidak mirip dengan empat lainnya?

Anjing—Mobil—Kucing—Burung—Ikan

Jawabannya seharusnya "mobil", yang merupakan satu-satunya dari lima yang tidak hidup. Tetapi seorang anak Jepang, yang hidup dalam budaya yang sangat bergantung pada laut untuk makanan dan budayanya, mungkin memilih "ikan", karena tidak ada ikan lain yang ditemukan di lautan. Nilai ujian anak itu akan lebih rendah tetapi bukan karena anak itu tidak cerdas.

Usefulness Of IQ Tests. Tes IQ umumnya valid untuk memprediksi keberhasilan akademik dan prestasi kerja. Ini mungkin lebih benar bagi mereka yang mendapat skor di ujung kurva normal yang lebih tinggi dan lebih rendah (bagi mereka yang mendapat skor dalam kisaran rata-rata IQ, nilai prediktifnya kurang jelas.) Jenis tes yang diberikan siswa di sekolah seringkali serupa dengan tes kecerdasan, sehingga orang yang berhasil dalam tes IQ biasanya melakukannya dengan baik di tes lain. Jenis tes yang berorientasi akademis juga, seperti SAT, American College Test (ACT), Graduate Record Exam (GRE), dan ujian perguruan tinggi yang sebenarnya. Tes prestasi ini sangat mirip dengan tes IQ tetapi diberikan kepada kelompok orang daripada individu.

Tes kecerdasan juga memainkan peran penting dalam neuropsikologi, di mana psikolog yang terlatih khusus menggunakan tes kecerdasan dan bentuk lain dari tes kognitif dan perilaku untuk menilai gangguan neurobehavioral di mana kognisi dan perilaku terganggu akibat cedera otak atau kerusakan otak. Sebagai bagian dari profesi mereka, neuropsikolog menggunakan tes kecerdasan dalam diagnosis (misalnya, cedera kepala, ketidakmampuan belajar, gangguan neuropsikologis), melacak perkembangan individu dengan gangguan tersebut, dan memantau kemungkinan tujuan pemulihan.


Individual Differences In Intelligence

Tes IQ digunakan dalam mengukur kecerdasan yang dimiliki seseorang, dengan ini dapat membantu kita mengidentifikasi berbagai tingkat kecerdasan orangorang. Ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata, kecerdasan rata-rata, dan kecerdasan dibawah rata-rata. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan setiap individu dalam hal kecerdasan.

·       Intellectual Disability. Disabilitas intelektual dapat diartikan menjadi dua. Pertama, seseorang yang memiliki IQ dibawah 70, dan seseorang yang berperilaku adaptif seperti dapat bekerja, berkomunikasi, berdandan sangat dibawah tingkat sesuai usianya. Istilah keterbelakangan mental terkadang masih digunakan untuk menyebut disabilitas intelektual ini. Individu dengan kondisi disabilitas ini sering disebut sebagai perkembangan tertunda. 

Diagnosis seseorang mengalami disabilitas intelektual atau tidak tidak hanya diukur melalui tes IQ saja, tetapi juga memperhatikan kelemahan dan kekuatan orang tersebut dalam fungsi adaptif dan permulaan gangguan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif sebelum usia 18 tahun. 

Diantara penyebab seseorang mengalami disabilitas intelektual ini yaitu kondisi hidup yang tidak sehat sehingga mempengaruhi perkembangan otak. Misalnya, keracunan zat timbal karena memakan serpihan cat, paparan PCB. Selain itu faktor kemiskinan juga menjadi penyebab yang cukup berpengaruh. Sangat besar kemungkinnan anak dari keluarga miskin mengalami malnutrisi dan kurangnya perhatian terhadap kesehatan, sehingga ini menjadi penyebab terjadinya disabilitas intelektual juga.

·     Giftedness. Skala kecerdasan orang berbakat terletak di ujung kurva normal, yaitu diatas IQ 130. Jika IQ mereka berada diantara 140-145 inilah yang disebut manusia jenius. Dahulu orang memiliki kepercayaan bahwa bahwa orang-orang berbakat itu aneh, lemah secara fisik, dan lebih mungkin menderita penyakit mental. Karena itu muncul istilah “ilmuwan gila”dan”jenius jahat”. Namun keyakinan ini berhasil dimusnahkan oleh Lewis M.Terman dengan studi inovatifnya. Temuan awal dari studi besar ini menunjukkan bahwa orang berbakat dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial dan pemimpin yang sering terampil. Terman menunjukkan bahwa anak-anak yang berbakat tidak lebih rentan terhadap penyakit mental daripada populasi umum, tetapi dia menunjukkan bahwa mereka sebenarnya lebih tahan terhadap penyakit mental daripada mereka yang memiliki kecerdasan rata-rata. Hanya mereka yang memiliki IQ tertinggi (180 ke atas) ditemukan memiliki beberapa masalah penyesuaian sosial dan perilaku sebagai anak-anak.

·     Emotional Intelligence. Tidak semua orang yang memiliki kemampuan intelektual baik akan sukses. Terkadang tidak jarang kita temui orang yang sukses adalah mereka yang tidak melakukan dengan baik dalam akademiknya. Inilah mengapa kesuksesan itu bergantung kepada kecerdasan emosional tertentu. Kesadaran akan kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, dan terampil secara social.

Jadi dapat dilihat bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kesuksesan seseorang daripada kecerdasan intelektual. Seseorang yang cerdas secara emosional memiliki pengendalian diri emosi seperti kemarahan, impulsif, dan kecemasan. Empati, kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, juga merupakan komponen, seperti halnya kesadaran akan emosi diri sendiri, kepekaan, ketekunan bahkan dalam menghadapi frustrasi, dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.


The Nature/Nurture Issue Regarding Intelligence

Pengaruh sifat (keturunan atau gen) dan pengasuhan (lingkungan) terhadap ciri-ciri kepribadian telah lama diperdebatkan di bidang perkembangan manusia, dan kecerdasan merupakan salah satu ciri yang telah diteliti dengan cermat.

·       Twin And Adoption Studies. Anak kembar yang dibesarkan di rumah yang sama jelas berbagi lingkungan yang sangat mirip juga. Bahkan anak kembar yang diasuh terpisah, seperti yang terlihat dalam studi adopsi, biasanya ditempatkan di rumah yang mirip dalam latar belakang sosial ekonomi dan etnis—lebih mirip dari yang diperkirakan. Jadi ketika anak kembar yang secara genetik mirip dibesarkan di lingkungan yang sama, nilai IQ mereka juga akan sama.

·    The Bell Curve And Misinterpretation Of Statistics. Ilmuwan (Beardsley, 1995; Kamin, 1995) menyimpulkan bahwa terlepas dari klaim Kurva Lonceng, tidak ada bukti ilmiah nyata untuk perbedaan genetik dalam kecerdasan di antara kelompok ras yang berbeda. Serangkaian studi, menggunakan tes golongan darah untuk pengelompokan ras (kelompok ras yang berbeda memiliki tingkat yang berbeda dari golongan darah tertentu, yang memungkinkan perkiraan statistik keturunan), tidak menemukan hubungan yang signifikan antara etnis dan IQ.

Language (Level, Development, Language And Thought)    

The Levels of Language Analysis

Bahasa adalah sistem untuk menggabungkan simbol (seperti kata-kata) sehingga pernyataan bermakna dalam jumlah tak terbatas (dapat dibuat untuk tujuan berkomunikasi dengan orang lain). Bahasa memungkinkan orang tidak hanya untuk berkomunikasi satu sama lain tetapi juga untuk mewakili aktivitas mental internal mereka sendiri. Dengan kata lain, bahasa adalah bagian yang sangat penting dari bagaimana orang berpikir. Struktur bahasa di seluruh dunia memiliki karakteristik yang sama. Mereka terdiri dari bunyi yang ada dalam suatu bahasa, makna kata, urutan kata, aturan untuk membuat kata menjadi kata lain, makna kalimat dan frase, dan aturan komunikasi praktis dengan orang lain.

·    Grammar, adalah sistem aturan yang mengatur struktur dan penggunaan bahasa. Menurut Noam Chomsky yang merupakan ahli bahasa terkenal, manusia memiliki kemampuan bawaan untuk memahami dan memproduksi bahasa melalui perangkat yang disebutnya sebagai perangkat akuisisi bahasa atau LAD. Ia mengartikan LAD sebagai program bawaan yang berisi skema untuk bahasa manusia.

·       Phonemes, adalah satuan dasar bunyi dalam suatu bahasa. Contohnya seperti huruf e yang di terdapat dalam kata ember dan jeruk memiliki pengucapan atau fonem yang berbeda, meskipun keduanya memakai alfabet yang sama. Setiap bahasa memiliki fonem yang berbeda. Fonem atau pengucapan kata merupakan salah satu masalah besar saat seseorang belajar bahasa lain dari bahasanya karena kesalahan untuk mendengar dan mengucapkan fonem dari bahasa lain tersebut.

·    Morphemes, adalah satuan makna terkecil dalam suatu bahasa. Contohnya kata menyanyi terdiri dari dua morfem yaitu me dan nyanyi.

·     Syntax, adalah sistem aturan untuk menggabungkan kata dan frasa untuk membentuk kalimat yang benar secara tata bahasa. Sintaks merupakan salah satu yang cukup penting karena jika kita salah meletakkan suatu kata dalam kalimat maka akan merubah maknanya. contohnya seperti kalimat "kucing makan tikus mati" berbeda maknanya dengan kalimat "kucing makan tikus, mati".

·    Semantics, adalah aturan untuk menentukan arti kata dan kalimat. Misalnya, kalimat dapat memiliki makna semantik yang sama namun memiliki sintaks yang berbeda "Adi memukul bola" dan "bola dipukul oleh Adi".

·       Pragmatics, berkaitan dengan aspek praktis berkomunikasi dengan orang lain atau pragmatik merupakan cara bagaimana seseorang bisa melakukan komunikasi yang berbeda dalam percakapan, penggunaan bahasa tubuh untuk menyampaikan suatu hal dengan orang yang berbeda. Contohnya, orang dewasa berbicara kepada anak kecil secara berbeda dari yang mereka lakukan kepada orang dewasa lainnya dengan menggunakan kata-kata yang lebih sederhana. Tidak hanya dalam pemilihan kata, tetapi pragmatik bahasa termasuk juga dalam mengetahui ritme dan penekanan yang tepat untuk digunakan saat berkomunikasi dengan orang lain, yang disebut intonasi.


Development Of Language

Perkembangan bahasa merupakan tonggak yang sangat penting dalam perkembangan kognitif seorang anak karena bahasa memungkinkan anak untuk berpikir dengan kata-kata bukan hanya gambar, untuk mengajukan pertanyaan, untuk mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan mereka kepada orang lain, dan untuk membentuk konsep.

Perkembangan bahasa pada masa bayi dipengaruhi oleh bahasa yang didengarnya, yang dikenal dengan gaya bicara child-directed speech (cara orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua berbicara dengan bayi dan anak-anak yang sangat kecil, dengan pola bicara bernada tinggi, berulang-ulang, bernyanyi-lagu). Bayi dan balita lebih memperhatikan jenis pembicaraan ini, yang menciptakan kesempatan belajar dalam dialog antara pengasuh dan bayi. Peneliti lain melihat penggunaan isyarat dan isyarat bayi. Bayi juga tampaknya memahami jauh lebih banyak daripada yang dapat mereka hasilkan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai receptive-productive lag. Mereka mungkin hanya dapat menghasilkan satu atau dua kata, tetapi mereka memahami kalimat yang lebih panjang dari orang tua mereka dan orang lain.

Ada beberapa tahap perkembangan bahasa yang dialami semua anak :

·       Bersuara. Pada usia sekitar 2 bulan, bayi mulai mengeluarkan suara vocal.

·     Mengoceh. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi menambahkan suara konsonan pada vokal untuk membuat suara ocehanyang terkadang terdengar seperti berbicara. Untuk anak-anak tunarungu setelag 6 bulan, mereka akan mengurangi ocehannya sambil meningkatkan pengunaan isyarat tangan dan gerakan.

·    Ucapan satu kata. Pada sebelum atau sekitar 1 tahun, sebagian besar anak mulai mengucapkan kata-kata yang sebenarnya. Kata-kata yang mereka keluarkan disebut holofrase (seluruh frasa dalam satu kata) karena kata[1]kata ini biasanya berupa kata benda dan biasanya maknanya mewakilkan seluruh frasa. contohnya ketika bayi mengatakan “milk” maka bisa berarti “ saya mau minum susu”.

·   Pidato telegrafis. Pada usia sekitar satu setengah tahun, balita mulai merangkai kata-kata menjadi kalimat pendek yang sederhana menggunakan kata benda, kata kerja dan kata sifat. Contohnya seperti “Ibu makan”.

·    Kalimat utuh. Ketika anak-anak melewati masa prasekolah, mereka akan belajar menggunakan istilah-istilah tata bahasa dan menambah jumlah kata dalam kalimat yang mereka gunakan. Sehingga pada usia 6 tahun atau lebih mereka berbicara hampir selancar orang dewasa tetapi kosa kata yang mereka gunakan tidak sebanyak orang dewasa. 


The Relationship Between Language And Thought

·       Two Theories On The Relationship Between Language And Thought

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupaka dua psikolog perkembangan yang sangat berpengaruh. Jean Piaget dan Lev Vygotsky sering mempersoalkan hubungan antara bahasa dan pemikiran (Duncan, 1995). Piaget (1926) berpendapat tentang teori konsep itu mendahului dan membantu perkembangan bahasa. Contohnya seorang anak harus memiliki konsep untuk “ayah” sebelum mereka dapat mempelajari dan mendalami kata "papa". Artinya, konsep merupakan tempat hubungan untuk menggantungkan atau menyambungkan kata-kata. Plaget juga memperhatikan bahwa anak-anak prasekolah tampak banyak menghabiskan waktu untuk berbicara kepada diri sendiri. Piaget menggunakan istilah monolog koleksi untuk setiap anak yang berbicara tentang sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan pembicaraan anak yang lain. Piaget percaya bahwa jenis percakapan nonsosial ini sangat egosentris (hanya dari sudut pandang anak, tanpa memperhatikan pendengarnya) dan ketika anak menjadi lebih terlibat secara sosial dan tidak terlalu egosentris, pola-pola percakapan nonsosial ini akan berkurang.

Pendapat Piaget berbanding terbalik dengan Vygotsky. Ia berteori bahwasannya bahasa secara aktif menolong mengembangkan konsep-konsep dan membantu anak belajar mengendalikan perilaku-perilaku termasuk perilaku sosial (Vygotsky, 1962, 1978, 1987). Bagi Vygotsky, kata menolong membentuk konsep. Contohnya, jika seorang anak mempelajari kata "Ayah" berbagai macam makna "keayahan" seperti keamanan dan ketegasan dapat berkumpul di sekitar kata tersebut. Vygotsky juga percaya bahwa ucapan egosentris anak prasekolah sebenarnya merupakan cara bagi anak untuk membentuk pikiran dan mengendalikan tindakan. Bahasa pribadi ini merupakan cara bagi anak untuk merancang dan mengatur perilaku atau tindakan agar tujuan mereka dapat tercapai. Vygotsky percaya bahwa ucapan privat akan meningkat ketika anak-anak menjadi lebih aktif secara sosial di tahun-tahun prasekolah dan hal ini tentu saja berlawanan dengan asumsi Piaget. Beberapa bukti-bukti yang mendukung pandangan Vygotsky adalah Bahasa pribadi sering digunakan anak-anak terutama pada anak yang cerdas untuk belajar bersosialisasi dengan anak-anak lain atau ketika mengerjakan tugas yang sulit.

·       Linguistic Relativity Hypothesis

Banyak ahli teori telah menerima hipotesis bahwa bahasa membangun dan mempengaruhi pikiran dengan beberapa pengecualian penting, seperti Piaget. Salah satu versi paling terkenal dari pandangan ini adalah hipotesis Sapir-Whorf. Hipotesis ini dinamai sesuai dengan nama dua ahli teori yang mengembangkannya, Edward Sapir dan muridnya Benjamin Lee Whorf. Pada Hipotesis ini mengasumsikan jika kata-kata dalam budaya menentukan atau mempengaruhi proses berpikir dan konsep-konsep dalam suatu budaya. Kemudian hipotesis ini dikenal dengan hipotesis relativitas linguistik. Hipotesis relativitas linguistik yang berarti bahwa proses berpikir dan konsep pemikiran relatif dikendalikan oleh bahasa. Artinya, kata-kata yang digunakan orang tersebut menentukan cara mereka berpikir tentang dunia di sekitar mereka.

Contoh paling terkenal salah satunya yang digunakan oleh Wharf untuk mendukung gagasan ini adalah suku Inuit. Suku Inuit merupakan penduduk asli Amerika yang tinggal di Kutub Utara. Seharusnya, suku Inuit memiliki lebih banyak kata untuk salju dibandingkan dengan orang-orang di budaya lain. Salah satu perkiraannya adalah 23 kata yang berbeda, sedangkan perkiraan lainnya berkisar pada ratusan kata. Tetapi, perkiraan anekdot ini ternyata salah, karena lebih merujuk kepada mitos daripada kenyataan. Faktanya, penutur bahasa Inggris juga memiliki banyak kata yang berbeda untuk menyebut salju (hujan es, lumpur, bubuk, debu, dan kuning).


Animal Studies In Language



Hewan berkomunikasi dengan banyak cara. Mereka menggunakan suara seperti derik ular berbisa atau geraman peringatan dari anjing yang marah. Ada juga perilaku fisik, seperti “tarian” lebah madu yang memberi tahu lebah lain di mana sumber serbuk sari berada. Gerak tubuh yang digunakan oleh hewan bersifat naluriah, artinya dikendalikan oleh susunan genetik hewan tersebut. Lebah madu yang melakukan "tarian" dikendalikan sepenuhnya oleh insting, seperti halnya anjing yang menggeram. Dalam bahasa manusia, simbol digunakan dengan sengaja dan sukarela, bukan dengan naluri, dan simbol abstrak tidak memiliki arti sampai orang memberikan makna padanya. (Meskipun perangkat akuisisi bahasa bawaan Chomsky mungkin membuat beberapa orang berpikir bahwa bahasa bagi manusia adalah insting, perlu dicatat pada produksi suara ucapan bayi menjadi sangat disengaja dalam waktu singkat).

Ada upaya untuk mengajari hewan (primata dan lumba-lumba) bagaimana menggunakan bahasa isyarat (karena hewan tidak memiliki struktur kal untuk membentuk kata-kata yang diucapkan), tetapi banyak dari upaya ini bukanlah sains yang baik.

Eksperimen yang paling sukses adalah dengan Kanzi, seekor simpanse bonobo yang dilatih untuk menekan simbol abstrak pada keyboard computer. Kanzi sebenarnya bukan subjek penelitian yang asli—ibunya, Matata, adalah simpanse yang sedang dilatih. Dia tidak menemukan banyak simbol, tetapi Kanzi melihat ibunya menggunakan keyboard dan muncul belajar bagaimana menggunakan simbol melalui pengamatan itu. Satu perkiraan menyarankan Kanzi akan memahami sekitar 150 kata bahasa Inggris yang diucapkan. Pelatih yang berbicara dengannya tidak terlihat, jadi dia tidak menanggapi isyarat atau simbol fisik. Dia telah berhasil mengikuti instruksi yang benar-benar rumit hingga ke tingkat anak berusia 2 tahun.

Laporan selanjutnya menyarankan Kanzi dan saudara tirinya Pan-Banisha akhirnya membutuhkan kosa kata kerja 480 simbol dan memahami hingga 2.000 kata bahasa Inggris. Namun, selain dari laporan anekdot berdasarkan rekaman video, sedikit atau tidak ada data yang ditawarkan dalam studi yang dipublikasikan. Satu studi yang diterbitkan dengan Kanzi menunjukkan bahwa dia membuat suara yang tampaknya memiliki makna yang konsisten di berbagai situasi. Hampir 100 jam rekaman video Kanzi yang terlibat dalam aktivitas sehari-hari dianalisis untuk suara-suara ini. Para peneliti dapat mengidentifikasi empat suara yang sepertinya mewakili pisang, anggur, jus, dan kata Ya. Namun, ingatlah bahwa empat suara tidak mendekati keseluruhan bahasa.

 

Komentar

Postingan Populer